KISAH NABI MUHAMMAD SAW MASA KELAHIRAN BELIAU (Bag 2)

Unknown
kisah nabi muhammad
kisah nabi muhammad
Kelahiran Rasulullah Saw


Rasulullah Saw dilahirkan pada hari senin pagi, 9 rabiul awal, tahun gajah bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 april 571 M.

Beliau dilahirkan dari suku quraisy, yaitu suku yang paling terhormat dan terpandang ditengah masyarakat arab pada waktu itu. Dari suku quraisy tersebut beliau berasal dari Bani hasyim, anak suku yang juga paling terhormat ditengah suku quraisy.

Rasulullah Saw lahir dalam keadaan yatim. Karena bapaknya; Abdullah, telah meninggal ketika ibunya; aminah mengandungnya dalam usia 2 bulan.

Setelah melahirkannya, sang ibu segera membawa bayi tersebut pada kakenya; Abdul muttholib. Betapa gembiranya sang kakek mendengar berita kelahiran cucunya. Lalu dibawanya bayi tersebut di dalam ka’bah, dia berdoa kepada alloh dan bersyukur kepadanya. Anak tersebut kemudian diberi nama Muhammad; nama yang belum dikenal msyarakat Arab waktu itu. Lalu pada hari ke-7 setelah kelahirannya, Rasulullah Saw dikhitan.

Kehidupan di Bani Sa'ad


Selain ibunya, Rasulallah Saw disusukan juga oleh tsuwaibah; budak Abu Lahab. Kemudian, sebagaimana adat kebiasaan masyarakat perkotaan waktu itu ibunya mencari wanita pedesaan untuk menyusui putranya. Maka terpilihlah seorang wanita yang bernama Halimah binti Abi Dzu’aib dari suku Sa’ad bin Bakr, yang kemudian lebih dikenal dengan panggilan Halimah as-Sa’diyah.

Sesungguhnya atas kehendak Allah jugalah, hingga Halimah as-Sa’diyah menyusui Rasulullah Saw ketika kecilnya. Sebab ketika pertama kali ditawarkan untuk menyusuinya, dia terasa enggan menerimanya, karena Rasulullah Saw anak yatim yang tidak dapat diharapkan imbalan materi yang layak darinya. Tetapi, ketika tidak didapatkan lagi bayi lain untuk disusui, maka diapun menerima bayi Muhammad untuk disusui di perkampungan Bani Sa’ad.

Ternyata dia tidak salah pilih, karena yang dia susui telah Allah persiapkan menjadi manusia paling agung di muka bumi ini yang akan membawa jalan terang bagi umatnya yang beriman. Maka wajar, setelah itu kehidupan Halimah as-Sa’diyah penuh dengan keberkahan.


Demikianlah, 5 tahun pertama kehidupan Rasulullah Saw, dia lalui di daerah perkampungan dengan kehidupan yang masih asri dan udara segar di lembah Bani Sa’ad. Hal tersebut tentu saja banyak berpengaruh bagi pertumbuhan rasulullah Saw, baik secara fisik maupun kejiwaan.

Peristiwa Pembelahan Dada (Syaqqus Shadr)


Pada saat Rasulullah Saw berusia 5 tahun, dan saat beliau masih dalam perawatan Halimah as-Sa’diyah di perkampungan Bani Sa’ad, terjadillah peristiwa besar yang sekaligus menunjukan tanda- tanda kenabiannya kelak. Peristiwa tersebut dikenal dengan istilah Pembelahan Dada (Syaqqus Shadr).

Suatu hari, ketika Rasulullah Saw bermain bersama teman- temannya, tiba- tiba datang malaikat Jibril menghampiri dan menyergapnya. Lalu dia dibaringkan, kemudian dadanya dibelah, lalu hatinya diambil selanjutnya dikeluarkan segumpal darah darinya, seraya berkata: “Inilah bagian setan yang ada padamu”. Kemudian hati tersebut dicucu di bejana emas dengan air zam zam, setelah itu dikembalikan ke tempat semula.

Sementara itu, teman- teman sepermainannya melaporkan kejadian tersebut kepada Halimah seraya berkata: “Muhammad dibunuh…. Muhammad dibunuh”.S maka mereka segera menghampiri Rasulullah Saw semula, di sana mereka mendapatkan Rasulullah Saw dalam keadaan pucat pasi.

Setelah kejadian tersebut, Halimah sangat khawatir terhadap keselamatan Muhammad kecil Saw. Akhirnya tak lama setelah itu, dia memutuskan untuk memulangkannya kepada ibunya di kota Mekkah. Maka berangkatlah Halimah ke Mekkah dan dengan berat hati dikembalikannya Rasulullah Saw kepada ibunya.

Ditinggal Ibu Tercinta


Setelah beberapa lama tinggal bersama ibunya, pada usia 6 tahun, sang ibu mengajaknya berziarah ke makam suaminya di Yatsrib. Maka berangkatlah mereka keluar dari kota Mekkah menempuh  perjalanan sepanjang 500 km, ditemani oleh Ummu Aiman dan dibiayai oleh Abdul Mutthalin. Di tempat tujuan, mereka menetap selama sebulan.

Setelah itu mereka kembali pulan ke Mekkah. Namun di tengah perjalanan, ibunya menderita sakit dan akhirnya meninggal di perkampungan Abwa’ yang terletak antara kota Mekkah dan Madinah.

Dibawah Asuhan Sang Kakek


Sang kakek; Abdul Mutthalib, sangat iba terhadap cucunya yang sudah menjadi anak yatim piatu diusiannya yang masih dini. Maka dibawalah sang cucu ke rumahnya, diasuh dan dikasihinya melebihi anak- anaknya sendiri.

Pada saat itu Abdul Mutthalib memiliki tempat duduk khusus di bawah Ka’bah, tidak ada seorangpun yang berani duduk di atasnya, sekalipun anak- anaknya, mereka hanya berani duduk di sisinya. Namun Rasulullah Saw yang saat itu masih anak- anak justru bermain- main dan duduk di atasnya. Karuan saja paman- pamannya mengabilnya dan menariknya. Namun ketika sang kakek melihat hal tersebut, beliau malah melarang mereka seraya berkata: “Biarkan dia, demi Allah, anak ini punya kedudukan sendiri”.

Akhirnya Rasulullah Saw kembali duduk di majlisnya, diusapnya punggung cucunya tersebut dengan suka cita melihat apa yang dia perbuat.

Tapi lagi- lagi kasih sayang sang kakek tak berlangsung lama dirasakan oleh Muhammad kecil. Saat Rasulullah Saw berusia 8 tahun , kakeknya meninggal di Mekkah. Namun sebelum wafat dia sempat berpesan agar cucunya tersebut dirawat oleh pama dari pihak bapaknya; Abu Thalib.


Di Pangkuan Pamannya

Kini Rasulullah Saw berada dalam asuhan pamannya yang juga sangat mencintainya. Abu Thalib merawatnya bersama anak- anaknya yang lain, bahkan lebih disayangi dan dimuliakan. Begitu seterusnya Abu Thalib selalu berada di sisi Rasulullah Saw, merawatnya, melindunginya dan membelanya, bahkan hingga beliau di angkat menjadi Rasul. Hal tersebut berlangsung tidak kurang selama 40 tahun.

Bersama Pendeta Buhaira

Pada saat Rasulullah Saw berusia 12 tahun, Abu Thalib mengajaknya berdagang ke negeri syam. Sesampainya di  perkampungan Bushra yang waktu itu masuk ke wilayan negeri syam, mereka disambut oleh seorang pendeta bernama Buhaira. Semua rombongan turun memenuhi jamuan pendeta Buhaira kecuali Rasulullah Saw.

Pada pertemuan tersebut, Abu Thalib menceritakan perihal Rasulullah Saw dan sifat- sifatnya kepada pendeta Buhaira. Setelah mendengar ceritanya, sang pendeta langsung memberitahukan bahwa anak tersebut akan menjadi pemimpin manusia sebagaimana yang  dia ketahui cirri- cirinya dari kitab- kitab dalam agamanya.  Maka dia meminta Abu Thalib untuk tidak membawa anak tersebut  ke negeri syam, khawatir disana orang- orang Yahudi akan mencelakakannya.

Akhirnya Abu Thalib memerintahkan anak buahnya untuk membawa pulang kembali Rasulullah Saw ke Mekkah.

Perang Fijar

Pada usia 15 tahun, Rasulullah Saw ikut serta dalam perang Fajar yang terjadi antara suku Quraisy yang bersekutu dengan Bani Kinanah melawan suku Qais Ailan. Peperangan dimenangkan oleh suku Quraisy.

Pada peperangan tersebut, Rasulullah Saw membantu paman- pamannya menyiapkan alat panah.

Hilful- Fudhul

Setelah perang Fijar usai, diadakanlah perdamaian yang dikenal dengan istilah Hilful- Fudhul, disepakati pada bulan Dzulqaidah yang termasuk bulan haram, di tumah Abudllah bin Jud’an at- Taimi.

Semua kabilah dari suku Quraisy ikut dalam perjanjian tersebut; Di antara isinya adalah kesepakatan dan upaya untuk selalu membela siapa saja yang dizalimi dari penduduk Mekkah. Dan mereka akan menghukum orang yang berbuat zalim sampai dia mengembalikan lagi hak- haknya.

Rasulullah Saw ikut serta menyaksikan perjanjuan tersebut, bahkan setelah beliau menjadi Rasul, beliau masih mengingatnya dan memujinya, seraya berkata:

saya telah menyaksikan perjanjian damai di rumah Abdullah bin Jud’an yang lebih saya cintai dari onta merah. Seandainya saya diundang lagi setelah masa islam, niscaya saya akan memenuhinya”.

Kehidupan Yang Berat

Masa muda Rasulullah Saw dilalui dengan kehidupan berat. Untuk memenuhi kebebutuhan hidupnya, Rasulullah Saw menggembalakan kambing penduduk Mekkah demi mendapatkan upah.

Pada usia 25 tahun, beliau memulai usaha dagang dengan modal dari Khadijah  wanita pengusaha yang kaya raya dan terpandang di Mekkah saat itu dengan system bagi hasil.

Mendengar kejujuran dan keluhuran budi pekertinya, Khadijah menawarkan kepada Rasulullah Saw untuk membawa barang dagangannya dan menjualnya ke negeri syam. Rasulullah Saw menerima tawaran tersebut. Maka Khadijah memberikan barang- barang dagangannya yang paling utama yang tidak pernah diberikan kepada pedagang lainnya, dia sertakan pula budaknya bernama Maisarah untuk menemani Rasulullah Saw.

Keterangan:

 -Onta merah adalah kiasan atas harta yang paling berharga bagi masyarakat Arab waktu itu.

2   -Perlu diketahui bahwa Maisarah adalah laki- laku , karena nama tersebut pada masyarakat Arab adalah nama untuk jenis kelamin laki- laki, berbeda di masyarakat kita yang umumnya dipakai untuk nama wanita.

Berangkatlah Rasulullah Saw ke syam bersama Maisarah untuk membawa dan menjual barang dagangan Khadijah.

Menikah dengan Khadijah

Setelah sekian lama berdagan di  negeri syam, Rasulullah Saw kembali ke Mekkah dengan membawa keuntungan yang belimpah. Melihat hal tersebut semakin kagumlah Khadijah dengan kepribadian Rasulullah Saw, apalagi setelah Maisarah menceritakan tentang keluhuran budi, kejujuran dan kecerdasannya yang di saksikan selama menemaninya dalam pejalanan.

Khadijah seperti mendapatkan sesuatu yang selama ini dicari- carinya. Karena sebagai wanita kaya raya dan terhormat, sudah banyak tokoh dan pemimpin- pemimpin suku yang berusaha melamarnya, namun belum ada yang dia terima. Akhirnya masalah tersebut segera dia sampaikan kepada sahabatnya; Nafisah bin Maniah. Tanpa menunggu lama, Nafisah segera menemui Rasulullah Saw dan memohon agar Rasulullah Saw bersedia menikahi Khadijah. Rasulullah Saw setuju , segera dia beritahu paman- pamannya, lalu paman- pamannya segera menemui paman Khadijah dan melamarnya untuk Rasulullah Saw.

Setelah itu terlaksanalah akad pernikahan yang dihadiri oleh Bani Hasyim dan pemimpin suku Mudhar. Saat itu, Rasulullah Saw berusia 25 tahun, dan Khadijah berusia 40 tttahun.

Pemugaran Ka’bah dan Keputusan Yang Adil

Pada saat Rasulullah Saw berusia 35 tahun, kaum Quraisy sepakat memugar bangunan Ka’bah yang sudah lapuk di sana sini karena termakan usia. Karena kedudukan Ka’bah yang sangat agung di mata masyarakat Quraisy, mereka sepakat agar biaya pemugarannya hanya diambil dari harta yang halal. Mereka menolak biaya yang bersumber dari pelacuran, riba dan hasil menzalimi orang lain.

Pada awalnya, bangunan Ka’bah yang lama diruntuhkan. Kemudian setelah itu, mereka mulai membagikan pembangunan Ka’bah berdasarkan suku masing- masing sehingga setiap mereka telah ditetapkan bagian mana yang akan dibangun.

Ketika pembagunan sampai pada posisi Hajar Aswad, terjadilah pertikaian antar mereka tentang siapa yang berhak meletakan Hajar Aswad pada posisi semula. Semua berkeinginan melakukannya karena kemuliaan Hajar Aswad bagi mereka.

Pertentangan terus terjadi dan semakin membesar hingga nyaris terjadi pertumpahan darah di Masjidil Haram. Namun akhirnya Abu Umayyah bin Mughiroh al Makhzumi menawarkan usulan agar keputusannya diserahkan kepada orang pertama yang masuk mesjid dari pintunya. Merekapun setuju.

Atas kehendak Allah jualah, kalau ternyata yang pertama kali masuk adalah Rasulullah Saw. Segera saja mereka berseru : “ Itu Al- amin, kami rela dia yang memutuskan, dia adalah Muhammad….”.

Lalu mereka menyampaikan duduk persoalannya kepada beliau Saw. Maka beliau minta diambilkan selembar kain, lali Hajar Aswad itu diletakkan di tengahnya dan beliau meminta setiap mereka mengankat kain. Ketika pososo batu tersebut sudah berdekatan pada tempatnya, beliau mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di tempat semula.

Penyelesaian yang sangat tepat dan semua pihak puas menerimanya.

Kepribadian Menarik Sebelum Menjadi Nabi

Sejak awal, Allah telah menyiapkan kehidupan Rasulullah Saw agat dapat menanggung misi besar yang akan dihadapinya dalam kehidupan umat manusia.

Karena itu ditengah kerusakan kaumnya yang sangat parah, Rasulullah Saw tidak larut didalamnya, bahkan beliau menampilkan kepribadian yang sangat menarik hingga diakui semua lapisan masyarakat.

Kerusakan akidah pada masa itu tidak sampai menular dalam dirinya. Bahkan sejak kecil, hal yang paling tidak dia suka adalah penyembahan berhala, beliau enggan menghadiri upacara- upacaranya, bahkan tidak bersedia memakan daging dari hewan yan disembelih atan nama berhala.

Kerusakan moral pada masa itupun tidak membuatnya terpengaruh. Kompensasinya, Rasulullah Saw lebih suka menyendiri mengamati kehidupan manusia dan penciptaan alam yang agung ini. Kecuali jika dalam hubungan yang wajar dan tidak merusak maka Rasulullah Saw sangat suka bergaul dengan masyarakat dengan akhlak terpuji.


Pernah suatu kali, terbetik keinginan hendak menghadiri tontonan masyarakat Arab, namun ketia kakinya sudah melangkah, Allah Ta’ala menghalangi perbuatan tersebut dengan menjadikannya tertidur hingga keesokan harinya.



Sumber : Kitab Ar-Rahiqul-Makhtum

Getting Info...

Post a Comment

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.