sejarah islam |
Mendakwahkan
Keluarga Terdekat
Dakwah secara Jahriyah disebut juga terang-terangan. Yang berarti dakwah yang dilakukan secara terang-terangan.
Fase
ini ditandai wahyu Allah Ta’ala yang berisi perintah untuk memperingatkan kalangan
keluarga beliau, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
sejarah islam |
“
Dan berilah peringatan kepada kerabat- kerabatmu yang terdekat”
(QS.
Asy-Syu’ara: 214)
Setelah
turun ayat tersebut, yang pertama Rasulullah Saw lakukan adalah mengumpulkan
sanak saudaranya dari kalangan Bani Hasyim. Maka berkumpullah sekitar empat
puluh lima orang dari sukunya.
Rasulullah
Saw segera menyampaikan misinya:
“
Segala puji hanya milik Allah, aku memuji-Nya, Mohon pertolongan-Nya, beriman
dan bertawakkal kepada-Nya, Tiada tuhan yang disembah kecuali Allah semata,
tiada sekutu bagi-Nya. Sesungguhnya aku adalah utusan Allah yang diutus untuk
kalian secara khusus, dan kepada seluruh umat manusia secara umum. Demi Allah,
kalian akan mati sebagaimana kalian tidur, dan kalian akan bangkitkan
sebagaimana kalian bangun dari tidur, dan perbuatan kalian aku diperhitungakan.
Di sana ada syurga (dengan kenikmatan) abadi, atau neraka (dengan siksaan)
abadi”.
Lalu
Abu Thalib berkata”
“
Kami senang menolongmu, kami juga selalu menerima nasihatmu dan sangat
membenarkan ucapan-ucapanmu. Mereka anak cucu nenek moyangmu kini berkumpul,
dan aku salah seorang diantara mereka dan orang yang paling cepat memenuhi
keinginanmu, teruskanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Demi Allah, saya akan
selalu melindungimu dan mencegah orang yang akan berbuat jahat kepadamu. Cuma
saja, saya belum siap meninggalkan agama Abdul-Mutthalib”.
Sedangkan
Abu Lahab berkata:
“Demi
Allah, aku tetap akan melindunginya”, tegas
Abu Thalib
Dari
sini, Rasulullah Saw mengetahui pembelaan Abu Thalib kepadanya, meskipun dia
sendiri tidak bersedia memeluk agama islam.
Maka
setelah itu, Rasulullah Sae mendaki bukit Shafa, kemudian beliau berseru: “
Wahai Bani Fihr, Wahai Bani Adi’ !”.
Tak lama
kemudian mereka berkumpul. Bahkan seseorang yang berhalangan hadir, mengutus
utusannya untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Datang
pula Abu Lahab dan Quraisy. Maka bersabdalah Rasulullah Saw:
“
Bagaimana pendapat kalian seandainya aku beritahukan bahwa ada sekelompok
pasukan berkuda dibalik gunung ini akan menyerang kalian, apakah kalian akan
membenarkan ucapanku?”.
“
Tentu, kami mengenalmu orang yang paling jujur di antara kami”. Jawab mereka.
Maka
Rasulullah Saw bersabda: “sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan untuk
kalian, sebelum datang azab yang sangat pedih”.
“Celakalah
engkau selama- lamanya, untuk inikah engkau mengumpulkan kami?”. Hardik Abu Lahab.
Maka
turunlah ayat:
sejarah islam |
“Binasalah
kedua tangan Abu Lahab”
(QS.
Al-Lahab:1)
Mempertegas
Dakwah dan Reaksi Kaum Musyirikin.
Di
saat seruan Rasulullah Saw terhadap kerabatnya menjadi bahan pembicaraan,
turunlah wahyu Allah Ta’ala untuk mempertegas misi dakwah Rasulullah Saw kepada
seluruh masyarakat, ayat tersebut adalah:
sejarah islam |
“
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”
(QS.
Al-Hijr:94)
Maka
Rasulullah Saw semakin mempertegas misi dakwahnya kepada seluruh masyarakat
Mekkah waktu itu. Beliau sampaikan segala borok kesyirikan, hakikat berhala-
berhala yang disembah dan nilainya yang rendah. Beliau jelaskan bahwa siapa
yang menyembahnya sebagai perantara antara dirinya dengan Allah Ta’ala adalah
kesesatan yang nyata.
Mendengar
hal tersebut, meledaklah kemarahan masyarakat Arab. Seruan tauhid yang dibawa
Rasulullah Saw, dan pernyataan sesat atas apa yang selama ini mereka perbuat
terhadap berhala- berhala mereka, jelas membuat mereka terperangah penuh
penolakan. Tak ubahnya bagai kilat yang menyambar, kemudian melahirkan Guntur
dan getaran hebat di tengah-tengah mereka.
Sikap
mereka tersebut menunjukkan bahwa mereka memahami apa yang ada di balik misi
keimanan yang dibawa Rasulullah Saw yaitu menggugurkan semua bentuk penuhanan
dan penyembuhan yang selama ini telah mereka percaya.
Keimanan
kepada Rasul dan hari akhir, berarti ketundukan mereka secara mutlak terhadap
ketetapan dan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw, tidak ada pilihan lain di
hadapan mereka. Itu berarti pupusnya kekuasaan dan kesombongan yang selama itu
mereka nikmati. Hilang juga kesempatan untuk melakukan berbagai bentuk
kerendahan moral dan kezaliman yang selama ini dengan bebas mereka lakukan.
Utusan
Quraisy Menghadap Abu Thalib
Sedemikian
besar kemarahan masyarakat Quraisy terhadap misi dakwah Rasulullah Saw, namun
mereka tetap kebingungan mengatasinya. Sebab yang mereka hadapi adalah
Rasulullah Saw yang terkenal dengan akhlak mulia yang belum pernah mereka
dapati orang semacam beliau dalam sejarah nenek moyang mereka.
Akhirnya
mereka menempuh cara membujuk pamannya; Abu Thalib, untuk mencegah dakwah
Rasulullah Saw. Mengingat kedudukannya dalam diri beliau Saw.
Namun
Abu Thalib menolak permintaan mereka, sehingga Rasulullah Saw tetap dapat
meneruskan dakwahnya.
Musyawarah
untuk Mencegah Jamaah Haji Mendengar Dakwah Rasulullah Saw.
Gagal
membujuk Abu Thalib untuk mencegah dakwah Rasulullah Saw, orang- orang Quraisy
semakin kebingungan. Apalagi beberapa bulan kemudian akan datang musim haji, di
mana orang- orang Arab dari berbagai penjuru berdatangan. Mereka berpendapat
bahwa Rasulullah Saw harus diberikan citra negatif agar tidak dapat
menyampaikan misi dakwahnya di kalangan jamaah haji.
Untuk
merealisasikan hal tersebut merekapun berkumpul di rumah Walid bin Mughirah
untuk bermusyawarah.
Mulanya
mereka mengusulkan agar Rasulullah Saw dijuluki sebagai dukun saja, tetapi hal
tersebut ditolak oleh Walid karena menurutnya tidak ada tanda-tanda dukun pada
diri Rasulullah Saw. Kemudia mereka mengusulkan tuduhan ‘gila, penyair atau
penyihir. Namun semua itu ditolak karena tidak ada yang sesuai dengan pribadi
Rasulullah Saw dan apa yang beliau sampaikan.
Setelah
berembuk sekian lama, akhirnya mereka sepakat untuk menjuluki Rasulullah Saw
sebagai tukang sihir. Pada awalnya julukan tersebut tidak disetujui oleh Walid,
namun karena tidak ada pilihan lain, maka julukan itulah yang akhirnya
disepakati. Paling tidak menurut mereka karena apa yang Rasulullah Saw lakukan
telah membuat anak berpisah dari orang tuanya, saudara berpisah dari saudara
dan keluarganya, suami berpisah dengan istrinya.
Setelah
mengambil keputusan tersebut, maka ketika musim haji tiba kaum musyrikin Arab
dengan segera berjaga- jaga di setiap jalan yang menjadi pintu masuk ke Mekkah
dengan tujuan memperingatkan setiap orang yang datang agat tidak mendengatkan
dakwah Rasulullah Saw.
Berbagai
Upaya Menghentikan Dakwah
Selain
apa yang telah disebutkan di atas, masih terdapat berbagai upaya yang mereka
lakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah Saw, di antaranya:
Ejekan
dan hinaan serta berbagai macam tuduhan.
Hal tersebut Allah kisahkan dalam Al-Quran:
sejarah islam |
“ Mereka berkata: Hai orang yang diturunkan al-Quran kepadanya ,
sesungguhnya kamu benar- benar orang yang gila”
(QS. Al-Hijr:6)
Jika Rasulullah Saw sedang duduk dikelilingi oleh sahabat-
sahabatnya yang miskin mereka mengejeknya:
“Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah
oleh Allah kepada mereka?”
(QS. Al-An’am:53)
Mereka sering menertawakan kaum muslimin, saling mengedipkan mata
penuh ejekan jika kaum muslimin berlalu di hadapan mereka, dan menuduh mereka
sebagai orang- orang sesat (QS. Al- Muthoffifin:29-33).
Menyebarkan
isu negatif dan berbagai bentuk syuhhat terhadap ajaran yang di bawa Rasulullah
Saw
Mereka mengatakan bahwa Al-Quran adalah kebohongan dan dongengan
orang-orang dahulu (QS.al-Furqon:4-5),
Penawaran
Di antara penawaran yang mereka ajukan kepada Rasulullah Saw adalah
berupa ibadah secara bergantian, yaitu dalam satu tahun Rasulullah Saw
beribadah kepada tahun mereka, lalu di tahun berikutnya mereka beribadah kepada
tuhan beliau. Tawaran yang sangat lucu tersebut langsung ditolak oleh Allah
Ta’ala dengan menurunkan surat al-Kafirun:
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,
Dan kamu bukan penyembah tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu tidak (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku.
(QS.
Al-Kafiruun:1-6)
Sumber
: Kitab Ar-Rahiqul-Makhtum